Selamat Datang di Website Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Karanganyar | Anggun Dalam Moral Unggul Dalam Intelektual | Religiusitas, Intelektualitas, dan Humanitas Juang Tanpa Tapi

Juang Tanpa Tapi


Cinta dan Juang
"Jika kita menghijrahkan cinta, dari kata benda menjadi kata kerja, maka tersusunlah sebuah kalimat peradaban dalam paragraf sejarah." begitulah kata Salim A. Fillah dalam Jalan Cinta Para Pejuang. Cinta bukan sebatas rasa tetapi jua refleksi kekuatan dan sugesti nilai kemanusiaan, sementara peradaban adalah buah dari kemauan berhijrah. Apabila Salim A. Fillah mengatakan cinta bermetafora menjadi adab maka bangunan perumusan, peletakan konsep, dan outputnya pun tak boleh luput dari mekanisme juang berlandas kecintaan terhadap nalar intelektual. Setiap alur perjalanan jua harus dipahami sebagai nilai perjuangan demi mewujudkan sebuah peradaban yang tersusun rapi dalam susunan paragraf sejarah. Selain itu, konsekuensi logis penciptaan peradaban akan tumbuh dengan sendirinya sebab kekuatan cinta dalam menterjemahkan nilai-nilai perjuangan. Alhasil manusia berusaha memenuhi kewajibannya sebagai bentuk pertanggungjawaban menuju puncak adab. Lalu, sudahkah kita menghibahkan cinta dalam narasi juangNya? Manusia memang diciptakan lewat pertarungan dialektis dalam dirinya, yakni antara roh suci Tuhan dan lumpur kehinaan. Namun, dalam setiap penciptaan tak mungkin lepas dari arah dan tujuan tertentu. Makna penciptaan manusia sendiri tak lain dan tak bukan adalah bentuk pengukuhan eksistensi Tuhan melalui Maha KaryaNya mencipta manusia sebagai khalifah di muka bumi dalam penghambaan kepadaNya.

Manusia diberi rasa dan akal sebab kesempurnaannya sebagai hamba, rasa memantik cinta dan akal menyumat nalar. Jika kedua anugerah ini saling mematri satu sama lain, niscaya nilai juang akan nampak dalam laku manusia hingga peradaban mulai goreskan tinta dalam kanvas sejarah. Lebih jauh lagi, cinta dan juang ibarat sepasang sayap burung kelana, jika salah satu di antaranya patah maka sang burung pun tak bisa terbang mengangkasa hingga pada satu titik mengalami kematian sebab ketidakmampuan memenuhi kebutuhan. Namun, jika kedua sayap ini saling beriringan maka sang burung pun mampu bermigrasi menjemput kebudayaan dan peradaban baru di seberang samudera. Begitu pula dakwah, tanpa cinta dan juang, dakwah hanya sebatas dongeng pengantar tidur sang penyeru. Lantas, apa yang harus dilakukan? Sebagai salah satu elemen perubahan, hendaknya mahasiswa mulai sadar akan kebutuhan cinta dan juang dalam perjalanan suci menuju Tuhan. Meminjam kata Rahmat Abdullah " Dakwah adalah cinta. Dan cinta akan meminta semuanya dari dirimu. Sampai pikiranmu. Sampai perhatianmu. Berjalan, duduk dan tidurmu. Bahkan di tengah lelapmu, isi mimpimu pun tentang dakwah. Tentang umat yang kau cintai." begitu sakralnya dakwah hingga dakwah diibaratkan cinta yang meminta segalanya dari sang penyeru, bukan hanya sebagian atau separuh tetapi semuanya. Kalimat "meminta semuanya dari dirimu" berarti mengandung makna juang, bahkan darah pun harus rela dikorbankan. Sekali lagi, cinta dan juang adalah satu, bermuara pada adab, bersimpul pada arah tertentu.

Juang Tanpa Tapi
Terkadang manusia terlampaui retoris dalam melontarkan sebuah pertanyaan pada Tuhan, misalnya "Apakah hidup itu perlu dimaknai?" Mungkin bagi sebagian orang, pertanyaan tersebut biasa-biasa saja selama tak keluar dari fitrahnya sebagai manusia. Namun, perlu ditekankan bahwa penciptaan manusia bukan hanya sebatas Tuhan menginginkan manusia menghamba kepadaNya tetapi jua bagaimana manusia itu mampu memaknai hidup sebagai salah satu jalan menuju keabadianNya. Memaknai hidup berarti mencari kebebasan, mencoba keluar dari zona aman lalu menceburkan diri dalam keluasan samudera wacana. Hidup adalah perjuangan, jangan terlampau buta dengan menganggap hidup sebatas perjalanan, berjalan tanpa adanya sebuah perjuangan. Hidup berarti pilihan, memilih antara roh suci Tuhan atau lumpur kehinaan, jika manusia merasa cukup atas apa yang telah dia pilih tanpa memikirkan orang lain maka sejatinya kehidupan yang dijalani hanyalah panggung kefanaan. Hidup tak akan pernah usai jika manusia belum mampu berkolaborasi dengan pribadi lain dalam membentuk tananan masyarakat yang berkemajuan. Pemaknaan hidup tak boleh berhenti pada satu pribadi sahaja tetapi harus berkesinambungan antara satu dengan lainnya sehingga memantik dialektika nalar manusia.

Terkadang realita jauh dari pengharapan, manusia yang semestinya mampu bersenggama bersama pribadi lain dalam merumuskan bangunan intelektual justru mencoba memenjarakan nalar intelektual manusia lain guna mencapai kepemilikan individu yang abadi. Manusia dianugerahi akal dan nafsu, namun sering kali nafsu menegasikan akal dalam memuluskan setiap keinginannya meskipun harus menempuh jalan kelicikan. Akal dan nafsu erat dengan kualitas dan kesadaran diri. Sementara itu, kualitas dan kesadaran diri membentuk pembawaan dan nilai tertentu yang biasa disebut ideologi. Lagaknya, independensi manusia perlu dipertanyakan bila mengedepankan nafsu daripada akal yang memicu perdebatan nilai, antara baik dan buruk yang kemudian melahirkan friksi batin manusia itu sendiri. Berangkat dari kegelisahan tersebut, mahasiswa sebagai agen perubahan harus senantiasa menjaga marwah diri melalui pengakaran ideologi dan idealisme demi mengejar mimpi mewujudkan peradaban berkemajuan. Idealisme hanya akan tumbuh bila manusia mampu memaknai hidup dan merefleksikan nilai perjuangan dalam setiap laku kehidupan. Perjuangan tak terlepas dari keyakinan, jika manusia sudah yakin atas pilihannya maka spontanitas dan totalitas perjuangan akan menyertai tiap langkah perjalanannya.

Apabila manusia masih ragu atas apa yang diperjuangkan berarti dia belum sepenuhnya mengamplikasikan keyakinan atas diri dan Tuhannya. Ibnu Athaillah mengatakan bahwa "Sebodoh-bodoh manusia adalah orang yang meninggalkan keyakinannya karena mengikuti sangkaan orang-orang." Bukankah keraguan itu bagian dari meninggalkan? Lalu, seberapa besar juang kita dalam mengukuhkan keyakinan? Manusia terbaik adalah manusia yang mengaktualisasikan dirinya dalam ranah perjuangan sejati, berjuang tanpa tapi dan tanpa tepi. Layaknya seorang gladiator yang mengabdikan dirinya sebagai petarung, mereka menyerahkan nyawanya demi menghibur puluhan bahkan ratusan ribu penonton atau para pejuang agamaNya yang merelakan tubuhnya terseset pedang, jantungnya tertusuk panah, bahkan darahnya pun direlakan tumpah di atas tanah perjuangan kesyahidan. Apakah perjuangan mereka belum cukup mensugesti nalar kita untuk tetap berjuang di jalanNya? Kematian hatilah yang mendegradasi juang, mengaburkan nalar intelektual, berdegup menyatu dalam jalan kesesatan. Kini, kita berada di persimpang jalan, luruh raga teraliri peluh, tertatih dan membungkuk dengan tatapan nanar, namun kita masih dalam jalan yang sama, tanjaki idealisme perjuangan, juang tanpa tepi dan tanpa tapi.


***
Ditulis oleh : Rahmad Agung (Ketua bidang Tabligh)

Posting Komentar

1 Komentar

  1. 3 Wheel Roulette is strictly what it sounds like – a sport where three roulette wheels spin without delay. No deposit pokies are pokies games you could play without making a deposit first. In other phrases, you'll be able to|you probably can} play them straight 카지노 after claiming a no-deposit bonus. No deposit bonus in Australia depend upon the web casino itself and the precise phrases and circumstances of the bonus. There are various methods to withdraw your bonus winnings at Woo Casino, and these include Skrill, Visa, MasterCard, Maestro, and a variety of|quite so much of|a wide selection of} cryptocurrencies.

    BalasHapus
Emoji
(y)
:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:P
:o
:>)
(o)
:p
(p)
:-s
(m)
8-)
:-t
:-b
b-(
:-#
=p~
x-)
(k)