Selamat Datang di Website Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Karanganyar | Anggun Dalam Moral Unggul Dalam Intelektual | Religiusitas, Intelektualitas, dan Humanitas Ada Apa Dengan IMM ?

Ada Apa Dengan IMM ?

Oleh : Muslifah Marjani Putri

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah atau biasa yang kita sebut dengan IMM, tidak bisa lepas dari peranan penting dalam pemerintahan Indonesia, baik pemerintahan kampus, lingkungan masyarakat, maupun negara. Mahasiswa juga dikenal sebagai Agent Of Change, Social Control, dan Iron Stock.

Agent of Change yaitu mahasiswa harus bergerak secara independen, tidak terikat janji-janji politik, namun harus sesuai dengan idealisme mereka. Mahasiswa yang mempunyai idealisme sudah seharusnya berpikir dan bertindak bagaimana mengembalikan kondisi negara menjadi ideal. Oleh karena itu mahasiswa dituntut bukan hanya menjadi agen perubahan saja, melainkan pencetus perubahan itu sendiri yang tentunya ke arah yang lebih baik.

Social Control memiliki peran sebagai kontrol sosial yang terjadi ketika ada keganjilan dalam masyarakat dan pemerintah. Mahasiswa sudah selayaknya memberontak terhadap kenegativan dalam birokrasi yang selama ini dianggap lazim. Bergerak untuk menjaga dan memperbaiki norma sosial yang ada dalam masyarakat. Namun, perbuatan mahasiswa dalam kontrol sosial tidak hanya turun ke jalan, tapi juga dengan hal yang substansial, contohnya melalui diskusi.

Iron Stock, mahasiswa berperan sebagai pengganti generasi-generasi sebelumnya. Dapat dikatakan bahwa mahasiswa adalah bagian dari suatu bangsa yang diharapkan memiliki kemampuan, keterampilan, dan akhlak yang mulia untuk menjadi penerus generasi terdahulu. Keaktifan mahasiswa dalam berorganisasi dalam internal ataupun eksternal kampus tentu mempengaruhi kualitas mahasiswa. Kaderasasi yang baik dan penanaman nilai yang baik juga akan meningkatkan kualitas mahasiswa yang menjadi calon pemimpin masa depan. Ketiga hal itulah yang seharusnya menjadi tolak ukur keberhasilan seorang yang disebut mahasiswa, IMM pun tidak lepas dari tanggung jawab itu.

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) sebagai sebuah gerakan mahasiswa yang memproklamirkan diri untuk berkomitmen pada trisula perjuangan yaitu kemahasiswaan, kemasyarakatan dan keagamaan, kini sedang dihadapkan pada kondisi terhenti. Dunia yang tengah ramai dengan berbagai peristiwa dan kejadiannya yang semakin hari semakin membuat kita mengerutkan dahi, baik itu tingkat lokal maupun nasional yang tidak mampu kita baca dengan kritis dan proaktif. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang selalu dan selalu merugikan rakyat seakan hanya iklan yang lewat begitu saja dan sekedar menjadi isi pemenuh pembicaraan kita di tempat-tempat tertentu. Jeritan kaum buruh tani, korban PHK, korban penggusuran dan korban kebijakan yang menyimpang tidak lagi mampu meruntuhkan benteng keegoisan dan kerakusan manusia. Mahasiswa cendrung apatis dengan kondisi sosial politik yang ada di lingkungannya.

Kaum muda yang merasa sebagai kader utama dalam kehidupan karena memiliki jenjang pendidikan tertinggi dan telah memiliki mindset kemahasiswaan dimana sosok mahasiswalah yang telah terbukti mampu meruntuhkan rezim tirani, kini seakan-akan masa bodoh dan acuh dengan kondisi sosial masyarakatnya. Kesimpulannya ikatan ini sudah tidak memiliki semangat lagi untuk merubah kondisi bangsa terutama rakyat. Sebagai kader IMM kita tidak dididik untuk menjadi orang yang penakut terhadap siapapun, entah itu pemerintah maupun Bapak kita ketika memang menyimpang dari khittah perjuangan dan tidak lagi membela kaum yang lemah dan dilemahkan. Bapak kita, founding father IMM, tidak lain adalah Bapak Mohammad Djazman Alkindi pernah mengatakan: IMM lahir sebagai keharusan sejarah, jika ada yang merintangi maka LAWAN, tidak peduli orang tua sendiri (Muhammadiyah). Artinya seharusnya tidak ada keraguan dalam diri kader apalagi pimpinan IMM untuk selalu menggelorakan arus perlawanan terhadap rezim tirani.

Saat ini kondisi internal ikatan mulai tidak terurus, bahkan mulai tereliminasi secara teratur dari pikiran kita. Entah virus apa yang menyebabkan ini semua hingga kita tidak lagi berfikir tentang bagaimana kondisi kader penerus perjuangan dikemudian hari, yang sekarang barangkali sedang sibuk mencari tempat kuliah yang terbatas akses untuk mendapatkannya sehingga muncul slogan Orang Miskin Dilarang Kuliah!. Kondisi perkaderan dalam ikatan sedang mengalami kebingungan orientasi dan minim metodologi, lagi-lagi kita tidak cukup jeli dalam membaca kondisi zaman. Kaderisasi yang berjalan lambat, menyebabkan berkurangnya sosok pemimpin dalam ikatan.

Pernahkah kita sejenak untuk menyempatkan mencoba membaca apa yang dipikirkan oleh Bapak kita seandainya melihat kondisi anak-anak-nya yang sekarang duduk dalam tampuk pimpinan IMM dan juga melihat kondisi kader di tingkat yang paling bawah. Barangkali Bapak kita akan sangat prihatin dan marah besar karena pesan-pesan progresif beliau sudah dilupakan, namun beliau tidak lagi mampu untuk berbuat hal tersebut, sehingga sekarang siapa yang dapat merubah kondisi ini semua? hanya kitalah yang dapat melakukan perubahan tersebut. Perubahan secara fundamental harus segera dilakukan jika masih ingin Ikatan ini bertahan lebih lama.

Kita harus merenungi sejarah IMM. Suasana dunia ini sanganlah gelap, tetapi kita bisa lelap tidur. Kondisi IMM yang tidak lagi mengedepankan triloginya sebagai orientasi besar perjuangan organisasi, intelektualitas yang mandul, humanitas yang ekslusif dan cederung pragmatis serta religiusitas yang kering akan aroma transformasi sosial. Kalau dulu IMM pusat memang vakum secara struktur namun kini barangkali vakum meski masih terdapat strukturnya, yakni vakum dari agenda perubahan dan keberpihakan.

Sebenarnya, melalui tri kompetensi dasar-nya IMM harus dapat memberikan peranan yang signifikan bagi mahasiswa, Muhammadiyah, dan masyarakat. Sebagai organisasi Muhammadiyah, maka gerakan kader ini harus mampu memberikan kontribusi bagi mahasiswa untuk dapat ber-amar maruf nahi munkar berlandaskan Al-Quran dan As-Sunnah, sesuai dengan tujuan IMM yaitu mengusahakan terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah. Beberapa persoalan yang dihadapi IMM adalah : a. Pengembangan trikompetensi yang belum maksimal dan proporsional intelektual, religiusitas dan kemasyarakatan (humanitas); b. Kurang mampu dan kurang banyak melahirkan kader yang kompeten dan professional; c. Gerakan dan pemikiran yang belum membumi; d. Gerakan kolektif yang belum termanage secara massif antar komisariat, cabang,

Di tengah situasi global yang berlipat-lipat jauh lebih kompleks saat ini, kita harus bisa mengupayakan sesuatu yang lebih baik, lebih kuat, lebih signifikan, lebih berpengaruh, dan lebih revolusioner dari apa yang sudah dilakukan oleh Muhammadiyah.

Kita adalah pelopor, pelangsung, dan penyempurna, serta penjaga kesempurnaan agar memperbarui dirinya secara dinamis dan berkelanjutan. Karena itu, “Ayolah, ayo, derap-derukan langkah dan kibar geleparkan panji-panji…” (Mars IMM). Karena kita sudah dinanti oleh umat, agar segera membuktikan hal-hal yang bersifat lebih nyata. Karena kita sudah berikrar, mengumandangkan janji setia untuk ber-jihad fi sabilillah, ber-fastabiq al-khairat dan ber-amar ma’ruf nahi munkar.

Islam sebagai nilai dan ajaran luhur yang diharapkan akan memajukan umat, sudahlah selesai. Tetapi “sebagai inspirasi” dalam hidup yang menjunjung martabat kemanusiaan, “sebagai makna dan ungkapan” yang mempererat solidaritas, “sebagai bahasa sehari-hari” di tengah perbincangan yang saling membangkitkan motivasi, “sebagai pengejawantahan sosial, kebudayaan, politik, ekonomi dan seluruh hal ihwal kehidupan yang lebih konkret” yang memastikan kehidupan yang lebih baik, semua itu, belum terwujud. Dengan kata lain, Islam berkemajuan sebagai falsafah yang luar biasa, belum kita amalkan dan diamalkan oleh semua bangsa.

Perubahan dalam kemanusiaan sudah terjadi, tetapi tidak selalu berjalan menuju ke situasi dan kondisi yang lebih baik. Manusia modern saat ini, bahkan sebagian kalangan menyebut manusia pasca-modern, hanyalah manusia-manusia berakal namun alpa budi, manusia-manusia yang pandai namun hampa nurani, manusia-manusia yang berambisi namun kehilangan cinta, dan sucinya hati. Indonesia sudah merdeka, menjalani orde-orde politik hingga terbit reformasi, namun juga tidak kunjung mewujudkan kehidupan yang adil, makmur dan sentosa. Situasi di dunia global juga kurang lebih sama.

Pembangunan peradaban belum berlangsung, atau sekurang-kurangnya berjalan di tempat. Hampir semua orang akan bersepakat dengan sistem dan tatanan kehidupan yang lebih damai, adil, makmur, sejahtera, mengedepankan cinta, menjunjung asa dan rasa yang mulia, serta pada akhirnya, Ilahi Rabbi melimpahkan karunia rahmat dan ridha-Nya. Sistem dan tatanan yang demikian, disebut sebagai tatanan yang beradab. Lantas segala yang lahir dari sistem dan tatanan yang beradab ini, secara ideal disebut peradaban.

Krisis kemanusiaan yang dihadapi oleh kaum Muslim di seluruh belahan dunia, terutama di berbagai tempat yang rawan konflik, seperti di Timur Tengah. Kita tahu bahwa masalah ini sangatlah kompleks. Peran kekuasaan yang otoriter, menindas dan sadis, telah memporakporandakan mereka dari dalam.

Rasa bangga terhadap kekuasaan dan ketamakan dalam menumpuk harta kekayaan, juga membuat negara-negara “Muslim” saling bertikai satu sama lain. Sementara itu dari luar, negara-negara adikuasa dengan seenaknya mengadu-domba, memfitnah, menekan, menduduki, menjarah sumber daya alam dan menjajah tanpa rasa belas kasihan. Iraq, Suriah, Yaman, Palestina dan seterusnya, benar-benar menjadi dadu di dalam kaleng perjudian Amerika, negara-negara Eropa dan korporasi-korporasi neoliberal yang bejat dan beringas.

Di Indonesia sendiri tidak jauh berbeda. Mayoritas sumber daya alam kita, terutama barang tambang, bukan negara yang menguasai, tetapi mereka. Dengan kekuasaan kapital yang adiluhung, mereka mengendalikan ekonomi, politik, militer, urusan sosial dan kebudayaan, dan seluruh sendi kehidupan berbangsa. Di tengah keprihatinan ini, korupsi, kolusi dan nepotisme merajalela.

Di samping itu, instrumen-instrumen perubahan yang dianggap penting, seperti institusi sosial, politik dan kenegaraan, lebih suka mementingkan diri mereka sendiri dan kelompok mereka, ketimbang kepentingan umum atau kepentingan seluruh rakyat. Persoalan lainnya adalah masyarakat semakin cepat terpancing untuk membenci, mencaci-maki, dan menyakiti, hanya karena persoalan berbeda pendapat. Yang paling fundamental, kemiskinan dan kebodohan sangat luar biasa.

Kita harus membangun negeri ini dengan organisasi Islam. Masalahnya adalah mereka juga menikmati kontestasi politik, yang terkadang begitu kotor dan amoral. Bahkan banyak dari mereka yang mengatakan bahwa, perpolitikan Indonesia yang berlumur dosa, adalah hal yang biasa saja. Dalam kondisi yang demikian, fragmentasi sosial dan konflik, tidak dapat dihindari.

KH Ahmad Dahlan telah berkontribusi dalam mendirikan Muhammadiyah yang mampu bertahan seabad lebih di negeri ini. Sementara itu Muhammadiyah dianggap telah menyumbangkan banyak hal untuk bangsa ini, terutama dalam pembangunan sumber daya manusia, melalui pendidikan, kesehatan dan filantropi. Akan tetapi kita harus berpikir atas segala yang sudah diupayakan. Apa yang bisa kita lakukan dalam membangun peradaban global? Apa sumbangsih kita untuk umat Islam di seluruh belahan dunia? Apa peran kita dalam mendorong perdamaian bangsa-bangsa, Timur Tengah dan secara lebih khusus, kemerdekaan Palestina? Apa yang bisa kita lakukan untuk membuat Indonesia semakin Jaya?

Didalam IMM kita harus merenungkan kembali ajaran-ajaran luhur KH Ahmad Dahlan, Surat Al-Ma’un dan transformasinya dalam wujud Muhammadiyah. Di tengah situasi global yang berlipat-lipat jauh lebih kompleks saat ini, kita harus bisa mengupayakan sesuatu yang lebih baik, lebih kuat, lebih signifikan, lebih berpengaruh dan lebih revolusioner dari apa yang sudah dilakukan oleh Muhammadiyah. Semoga IMM semakin jaya !

Posting Komentar

0 Komentar