dikutip dari google.com
“Negeri Agamis yang mulai pudar dan menipis”
Begitulah sajak puisi yang ditampilkan pada pembukaan Muscab IV PC IMM Karanganyar. Dunia nasional kembali diributkan dengan hilangnya frasa agama pada Peta Jalan Pendidikan (PJP) 2020-2035, setalah pekan lalu diributkan dengan legalitas edar miras. Pemerintah kembali menuai teguran terkait PJP yang dirillis oleh kemendikbud. Dengan adanya teguran tersebut bapak Nadiem Makarim lewat akun instagramnya @nadiemmakarim menyampaikan “Kemendikbud menyampaiakan apresiasi setingi-tingginya atas masukan dan atensi berbagai kalangan bahwa kata ‘agama’ bahwa kata agama perlu ditulis secara eksplisit untuk memperkuat tujuan peta jalan tersebut. Jadi, kami akan pastikan bahwa kata ini akan termuat pada revisi peta jalan pendidikan selanjutnya” pada Rabu, 10 Maret 2020.
Sila Pertama, Apa Maknanya?
Dalam perkuliahan
filsafat pancasila, disampaikan bahwa lima sila yang diutarakan oleh Bung Karno
pada 1 Juni 1945 pada sidang BPUPKI adalah hasil refleksi terkait hal-hal yang
sudah tertanam pada masyarakat Indonesia. Salah satunya adalah tentang
teologis, bahwa masyarakat indonesia sedari dulunya adalah masyarakat yang
berketuhanan. Dari mulai zaman animisme-dinamisme sampai agama-agama yang hari
ini disepakati oleh negara.
Dalam sejarahpun
kita diceritakan bahwa kemerdekaan juga dicapai dengan semangat keagamaan, dan
bukankah keberlangsungan negara ini juga tidak terlepas dari peranan para
tokoh-tokoh agama. Sila pertama yang seharusnya sudah terinternalisasikan pada
setiap masyarakat indonesia, dan dengan otomatis menjadi pondasi serta
pertimbangan dalam setiap halnya, sepertinya hanya sebagai slogan yang hampa
akan makna.
Walau hari ini kita
berada pada era industri 4.0 dan terlebih lagi dengan adanya pandemi ini, maka
kita dituntut untuk dapat beradaptasi dengan teknologi. Akan tetapi, bukan
karena mengejar trend global dan menjawab tantangan masa depan, berarti harus
meninggalkan hal yang fundamental dalam kita bernegara. Terkait perkembangan
IPTEK, maka founding father kita sudah merumuskannya pada Pasal 31 ayat
5 Undang-undang Dasar (UUD) 1945.
Undang-Undang Dasar, katanya!
Pancasila yang
menjadi falsafah negara dan UUD 1945 yang seharus menjadi pondasi atas setiap
kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, seolah tidak dijadikan sebagaimana
fungsinya. Ayahanda Haidar Nasir berkometar “Kenapa peta jalan yang dirumuskan
oleh Kemendikbud kok berani berbeda dari atau menyalahi pasal 31 UUD 1945.
Kalau orang hukum itu mengatakan ini pelanggaran konstitusional, tapi kami
sebagai organisasi dakwah itu kalimatnya adalah ‘tidak sejalan’ dengan pasal
31”.
Pasal 31 (ayat 5)
UUD 1945 menyebutkan “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi
dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan
peradaban serta kesejahteraan umat manusia”. Dalam pasal itu sudah sangat
jelas bahwa perkembangan IPTEK harus didasari dengan nilai-nilai agama, maka
sangat mengherankan bila frasa agama sampai luput dari PJP yang dibuat
oleh Kemendikbud. Maka wajar bila ayahanda Haidar Nasir berkata “Saya bertanya,
hilangnya kata agama itu kealpaan atau memang sengaja? Oke kalau pancasila itu
dasar (negara), tapi kenapa budaya itu masuk?”.
Dalam pernyataan
sikap DPP IMM pada poin ketiga dituliskan “Akibat absennya frasa agama dalam
visi pendidikan 2020-2035 berarti telah bertentangan dengan program penguatan
karakter (PPK) yang sebelumnya telah dirancang oleh Mendikbud Muhadjir Effendy.
Program penguatan karakter itu yang utama adalah nilai religius”. Sebagai
seorang mahasiswa muslim wajar bila kita menyesalkan dan menyoalkan, akan luputnya
kata agama dalam PJP yang dirillis. Walaupun setelah menuai teguran
Kemendikbud berjanji akan merevisinya
dan kata agama akan disematkannya.
Seuntai Harapan
Sebagai masyarakat
yang agamis, maka pastinya tidak akan pernah habis harapan. Melihat kebijakan
pemerintah yang beberapa kali ini tidak sesuai dengan UUD 1945 kami tetap akan
berharap, semoga pemerintah bisa bijaksana dalam membuat kebijakan, berpondasi
pada UUD 1945 yang sudah disepakati oleh masyarakat indonesia. Dan perlu
diingat bahwa “pancasila itu bukanlah rumus kode buntut, yang hanya berisi
harapan, yang hanya berisi hayalan”.
Refrensi
https://news.detik.com/berita/d-5484736/muhammadiyah-soroti-tak-ada-frasa-agama-di-draf-peta-jalan-pendidikan
https://www.redline.id/respon-dpp-imm-terkait-absennya-frasa-agama-dalam-peta-jalan-pendidikan/
https://www.google.com/amp/s/www.wowkeren.com/amp/lirik/lagu/iwan_fals/bangunlah-putra-putri-pertiwi.html
Disusun oleh : Abdulrahman
0 Komentar